Mungkin baru MUK yang meluncurkan franchise kapal tangkap ikan. Peluang pengembangan terbuka lebar karena belum ada kompetitornya. Wiyono
Apakah saat ini peluang bisnis yang ada sudah cenderung sesak dan kompetitif? Agaknya kita perlu membuang jauh anggapan seperti itu. Apabila mulai bingung memilih jenis usaha di darat, tidak ada salahnya melirik potensi kelautan kita. Faktanya, konsumsi ikan nasional maupun global akan terus meningkat. Di dalam negeri saja melonjak menjadi 1,2 juta ton seiring pertumbuhan penduduk Indonesia yang mencapai 1,32% per tahun. Nilai konsumsi ikan nasional tersebut kini telah mencapai kisaran 26 kg/kapita/tahun.
Merujuk data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP-RI) menyebutkan baru sekitar 60-an % peta sumber daya perikanan nasional yang telah tergarap atau masih menyisakan lebih dari 30% dari total potensi yang tersedia. Anugerah alam dari sumber daya perairan begitu melimpah, mengingat luas lautan 2/3 dari total wilayah Negara kita. Persolan pokoknya tinggal bagaimana upaya mengelola, membangkitkan, dan memanfaatkan potensi tersebut.
Sebab, kenyataan hingga saat ini usaha tangkap ikan belum melibatkan para pebisnis. Selama ini yang disebut industri perikanan laut itu adalah industri pengolahan ikan, bukannya industri tangkap ikan. “Hal itu terjadi karena nelayan itu unik, mereka cenderung kurang mau terlibat atau bekerja dengan orang dari luar lingkungannya,” ungkap Ario Prasawandaru.
Latar belakang itulah yang membuat keempat orang, Ario, Wahjuning Adji, MBA dan suaminya, DR. Achmad Affandi DEA (dosen elektro ITS Surabaya), serta Rasnadi, SE, tergerak mendirikan unit usaha kapal tangkap ikan dengan sistem kemitraan. Melalui program franchise Mitra Usaha Kapal (MUK) yang bergerak dalam hal pengadaan kapal, menyiapkan serta mengelola nahkoda dan ABK (anak buah kapal) yang handal, dan disertai manajemen pelaksanaan tangkap ikan mulai dari persiapan melaut hingga penjualan hasil tangkap, mereka membuka peluang kerjasama bagi investor agar dapat memiliki kapal tangkap ikan lengkap yang siap melaut. Lebih tepatnya usaha tersebut bersifat joint venture dengan lama pengelolaan selama 5 tahun.
“Para nelayan selama ini melaksanakan usaha tangkap ikan yang cenderung dilaksanakan secara tradisional, terutama yang berkaitan dengan tata manajemen. Dengan berjalannya Mitra Usaha Kapal maka saya memberi contoh kepada para nelayan bagaimana tata manajemen yang baik,” ujar Ario, direktur CV. Fortune System, bendera usaha MUK. Tata manajemen yang dimaksud umpamanya membuat jadwal perawatan mesin secara berkala atau pun prosedur pencatatan mengenai area penangkapan, arus gelombang dan lain-lain setiap kali beroperasi sehingga bisa bermanfaat untuk membuat pemetaan. Kerjasama yang berjalan selama 5 tahun juga dimaksudkan sebagai peremajaan. Pemilik kapal disarankan menjual aset karena kecenderungan setelah usia kapal mencapai 5 tahun terdapat peningkatan biaya perawatan yang signifikan.
Dan bukan hanya itu, kapal ikan itu juga telah ditunjang dengan teknologi peralatan pendukung penangkapan ikan, seperti GPS (Global Positioning System) yang berfungsi memandu kapal menuju titik lokasi di laut. Demikian pula fishfinder (sonar ikan), radio komunikasi, maupun foto satelit denah lokasi tangkap ikan yang dikeluarkan secara berkala oleh SEACORM.
“Pada dasarnya sumber daya alam berupa ikan sangat berlimpah, dan kami ditunjang dengan daya dukung sumber daya manusia yang baik serta penggunaan teknologi yang lebih. Seperti misalnya penggunaan data satelit maupun teknologi yang lain, selain tata manajemen yang bagus, menjadikan usaha ini lebih terukur. Maka secara teknikal kami menjadi terdepan dibanding nelayan yang lain,” tukas Ario.
Oleh karena itu kelahiran Rembang 1977 ini berani menjamin prospek luar biasa atas usaha kemitraan yang ditawarkannya. Pertumbuhan modal selama 5 tahun kerjasama dihitung mencapai hampir 110% atau 21,95% setahun. Sebab boleh dikata ide yang ditelorkan ini baru pertama kali ada dan bersifat unik dibanding franchise lain. Terlebih potensi perikanan laut Indonesia yang besar kini ditambah daya dukung pemerintah melalui peraturan-peraturan kelautan seperti pemberantasan illegal fishing serta pelarangan perpanjangan ijin resmi bagi kapal asing untuk menangkap ikan di perairan kita. “Usaha kapal tangkap ikan adalah usaha non-kompetitor,” tegasnya.
Namun diakui tantangan justru terletak pada pelatihan SDM (nahkoda). Alasan ini membuat MUK sejak dirintis tidak secara tergesa-gesa memperbanyak armada kapal. Dengan demikian target kemitraan tidak serta-merta mencari investor sebanyak-banyaknya melainkan base on human resources sebagai pelaksana lapangan. “Pada 2007 kami membuka peluang untuk mitra maksimal 3 buah kapal, sesuai jumlah nahkoda yang memenuhi kualifikasi dan siap menjalankan sistem serta teknologi kami,” ungkap pria yang sudah mulai belajar berbisnis semenjak di bangku SMP ini.
“Pada prosesnya, kedepan kami terus mengembangkan proses latih yang berkelanjutan. Pada 2008 rencana kami telah tersedia minimal 9 nahkoda yang mampu menjalankan kapal dengan sistem dari kami,” lanjutnya. Dan tidak berhenti sampai di sini, karena usaha kapal tangkap ikan merupakan bisnis pada sisi hulu, maka setelah memiliki armada kapal sejumlah 6-9 buah, MUK bakal mengembangkan usaha dengan bergerak pada sisi hilir.
source : majalahpengusaha.com
Batik serat alam digandrungi
Usaha rumah bambu
Rejeki syuuur dari sayur mayur
Tip bisnis usaha go public
Usahan salon khusus kuku
Peluang emas kelinci hias
Tidak ada komentar:
Posting Komentar