Di tengah menjamurnya bisnis makanan, nama dan menu biasa gamapang dilupakan konsumen. Sebaliknya, tentu kita mudah mengingat ketika makanan dan minuman itu bernama es pocong, hantu laut, setan brekele dan jenis dedhemit lainnya. Fisamawati
Di pinggir Jalan Margonda Raya, Depok, tepatnya di sisi kiri lorong menuju kawasan stasiun Pondok Cina, terdapat sebuah kedai mungil yang tampak ramai oleh kerumunan orang, khususnya mahasiswa. Kedai yang buka setiap pukul 10 pagi ini, tak hanya mendatangkan ratusan pelanggan tetapi juga membuat penasaran bagi siapa saja yang melintas.
“Saya melihat ada tempat yang bagus dalam artian strategis, kemudian saya diskusikan dengan kakak saya untuk membuat sebuah usaha. Meskipun menurut ukuran saya, waktu itu, sewa tempat tersebut tergolong mahal tetapi kesepakatan akhir diputuskan juga. Dengan modal nol, saya pun menjual motor seharga Rp 250 ribu rupiah ditambah modal dari kakak-kakak, jadilah kedai ini,” cerita Rahmat-pemilik sekaligus pengelola kedai Es Pocong.
Dituturkan Madun- begitu panggilan akrabnya, semula hanya menjual Tempe Mendoan, sambil membuat perencanaan konsep dan dekorasi kedai. Saat itu, Mandun pun coba-coba menjual Tempe Mendoan sisa, ternyata habis. Keesokan harinya, jumlah Tempe Mendoan dilipatgandakan dari sebelumnya dan laris manis, begitu seterusnya hingga mencapai angka penjualan sekitar 400 Tempe Mendoan.
Menikmati Tempe Mendoan disiram sambal kecap pedas manis, rasanya belum afdol tanpa segelas minuman. Muncullah ide untuk memberi pendamping menu Tempe Mendoan. Ia pun memutar otak, memberikan menu baru untuk kedainya, dengan memegang prinsip tak ingin menyajikan minuman-minuman yang ‘standar’ atau hampir sejenis dengan pilihan minuman ‘sepanjang Margonda’.
“Dapat deh nama Es Pocong, sepertinya nama tersebut memiliki keunikan tersendiri, terutama untuk menarik rasa penasaran dan keingintahuan seseorang baik yang mendengar ataupun melihat tulisannya. Jadilah, pasang spanduk ‘Heboh Es Pocong, Nantikan Tanggal Mainnya’. Ternyata, menggunakan nama Es Pocong berhasil bahkan booming,” jelasnya semangat.
Ditengah booming-nya Es Pocong, Madun justru pontang-panting. Di balik itu semua, konsep nama Es Pocong muncul terlebih dahulu dan dengan cepat menyebar di telinga masyarakat. Padahal, justru produk Es Pocong belum ada atau bisa dibilang belum terfikir seperti apa racikan dari Es Pocong yang akan diluncurkan Madun.
“Saya tidak menyangka Es Pocong bisa heboh.Waktu itu, pilihan nama tergolong bervariasi seperti Es Jatuh Cinta, Belahan Jiwa, dan lainnya yang terkait cinta-cinta. Tetapi, setelah dipertimbangkan, nama tersebut sulit untuk diingat, dan jatuh pada pilihan nama Es Pocong. Dari itu, muncul beberapa pertanyaan seperti “Apa itu Es Pocong?”, “Bagaimana rasa Es Pocong?”, dan pertanyaan ingin tahu lainnya,” ungkapnya tersenyum.
Seperti istilah “Nasi Terlanjur Jadi Bubur”, Madun pun mencari sajian yang pas dengan nama Es Pocong. Tak tanggung-tanggung semua keluarga dan rekan-rekannya terlibat membentuk racikan Es Pocong. Pertama, pocong yang identik berwarna putih menjadi acuan awal, mulailah mencari pilihan bahan berwarna putih antara lain santan, sirup putih, susu, dan sumsum. Dan selanjutnya, racikan tambahan Es Pocong pun tersusun. Kini, Es Pocong terdiri dari sumsum, irisan pisang kepok rebus, moci, sirup, dan es.
“Untuk menarik minat orang, saya menyediakan kursi-kursi di depan kedai. Banyaknya mahasiswa yang lalu-lalang dan menunggu mobil angkutan umum, kursi tersebut pun digunakan layaknya sebuah halte. Dipastikan, orang yang sepintas melihat akan menduga di kedai ini ada sesuatu yang ‘spesial’ dan terkesan ramai pembeli,” ungkapnya memberitahukan trik yang digunakan, dan terbukti berhasil.
Kedai yang berdiri sejak satu tahun lalu ini, mampu menancapkan brand Es Pocong di kalangan pecinta kuliner. Sempat, muncul beberapa asumsi bahwa booming Es Pocong hanya sesaat dan selanjutnya hilang di peredaran. Tapi bukan Madun namanya, jika hanya mengandalkan satu nama unik. Jauh sebelumnya, ia sudah menyiapkan menu-menu baru yang bisa mendongkrak kembali kedainya jika terjadi penurunan pembeli.
“Ada beberapa menu yang disimpan dan nama-namanya pun tergolong unik seperti halnya Es Pocong. Tetapi, kini menu tersebut sudah tersedia dan bisa dinikmati,” imbuh Madun yang dibantu 11 rekannya dalam mengelola kedai Es Pocong. Sajian menu yang ditawarkan selain Tempe Mendoan dan Es Pocong, antara lain Voodoo, Kuntilanak, Black Magic, Helloween, Jalangkung, Pingky, Hantu Laut, Setan Brekele, Kolor Ijo, Violet, Velvet, Setan Merah, dan Green Goblin.
Lebih lanjut, suami dari Irma Faizah ini mengatakan, semula memang Tempe Mendoan sudah laku sebanyak 1.000 porsi, ditambah menu Es Pocong. Memang, adanya menu baru bisa mendongkrak penjualan menu sebelumnya. Meskipun, disadari Madun menu-menu baru yang ditawarkan memberikan variasi, tetapi tak dipungkiri penjualan Tempe Mendoan dan Es Pocong masih menjadi menu andalan kedainya.
Kedai Es Pocong yang berdiri sejak tahun lalu ini masih eksis, terbukti kini telah memiliki cabang di bilangan ITC Depok dan Cijantung. “Tingginya minat pembeli terhadap Tempe Mendoan dan Es Pocong tidak lantas membuat saya gencar membuka cabang. Perhitungan saya, jika membuka cabang di titik lokasi yang berdekatan bisa dipastikan mengurangi pendapatan kedai yang sudah berjalan, bahkan bisa ‘mati’. Untuk itu, saya pun memilih lokasi jika ingin membuka kedai baru,” ungkap bapak dua anak ini.
Diceritakan Madun, meski peminat Tempe Mendoan dan Es Pocong terus bertambah dari hari ke hari, namun harga yang ditawarkan tetap stabil yakni berkisar Rp 3.000,- hingga Rp 4.000,-. Alasan Madun, ini untuk mempertahankan pelanggan agar tetap bertahan di tengah maraknya sajian menu ‘sepanjang Margonda’.
“Sebenarnya masih banyak yang belum mengetahui rasa Es Pocong ini, mereka hanya dengar dari mulut ke mulut, khususnya yang di luar wilayah Depok dan sekitarnya. Namun, sekarang ini muncul sajian yang ‘mirip’ Es Pocong di beberapa lokasi, tetapi saya tak merasa khawatir. Sajian menu kedai ini memiliki cita rasa yang khas dan berbeda dengan yang lain, ini bisa dirasakan dari sub-sub menunya,” imbuhnya yang justru senang jika bermunculan menu-menu kreatif.
Sepatu anti air di musim hujan
Meraup uang jutaan dari laundry bulanan
Usaha barang seken layak direken
Beternak merpati balap omsetnya mantap
Tours and travel terus menggurita
Jika ingin mengutip/menyebarluaskan artikel ini harap mencantumkan sumbernya
Source : majalahpengusaha.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar