Sejatinya bank selalu berkompetisi satu sama lain. Tetapi ternyata mereka juga bergotong royong melalui ATM Bersama. Russanti Lubis
Sebelum krisis moneter (krismon) melanda Indonesia, kebesaran sebuah bank diukur dari (salah satunya) banyaknya ATM (Anjungan Tunai Mandiri) yang dimiliki. Ketika krismon datang, tergilaslah bank-bank besar tersebut. Sebab, investasi untuk ATM terbilang sangat besar yaitu AS$10 ribu hingga AS$15 ribu hanya untuk membeli satu mesin ATM. Sedangkan untuk operasionalisasinya, dibutuhkan biaya Rp100 juta sampai Rp150 juta per tahun. Padahal, saat itu AS$1 sama dengan Rp15 ribu. Jadi, silahkan Anda menghitung sendiri biaya yang harus dikeluarkan bank-bank tersebut, cuma untuk fasilitas ATM.
Kondisi ini diamati oleh Bank Indonesia (BI) hingga muncul ide untuk menciptakan efisiensi dalam dunia perbankan. “Pada awalnya, Artajasa didorong untuk menciptakan efisiensi dalam hal sharing channel (titik-titik pelayanan bank). Lalu, Artajasa memulainya dari ATM. Kira-kira bisa nggak ya ATM itu di-sharing, dalam arti, satu ATM dipakai ramai-ramai. Ide ini Artajasa gulirkan ke beberapa bank dengan brand ATM Bersama. Sekarang, ATM Bersama sudah memiliki 69 anggota, 11.200 terminal ATM, dan membukukan 3,8 juta transaksi/bulan,” kata Arya Damar, President Director Artajasa.
Ide lama PT Lintasarta yang belum fokus ini, kemudian difokuskan oleh Artajasa dengan pemikiran alangkah efisiennya konsep gotong royong semacam ini. “Dikatakan gotong royong, sebab bank-bank kecil itu biasanya belum mempunyai ATM. Jika mereka join ATM dengan bank besar, maka nasabah mereka dapat mengambil uang di mana pun dan kapan pun, tanpa mereka perlu berinvestasi. Di sisi lain, bank besar sebagai pemilik ATM akan terkurangi cost-nya,” jelasnya. Sekadar informasi, Artajasa (PT Artajasa Pembayaran Elektronis) merupakan anak perusahaan PT Lintasarta.
Konsep gotong royong ini sesungguhnya sesuatu yang aneh dalam dunia perbankan. Sebab, pada dasarnya setiap bank itu selalu berkompetisi. “Tapi, ketika Artajasa meminta mereka untuk bergotong royong, ternyata mereka bisa melakukannya. Hal ini terjadi karena itu bukan core business mereka, melainkan intermediary antara yang punya uang dengan yang mencari kredit. Nah, itu kan channel-channel kita menabung, membayar ini itu, dan sebagainya. Lalu, apa salahnya jika channel-channel ini di-share,” ujarnya. Di sisi lain, nasabah pun dimudahkan melakukan transaksi, mesin-mesin ATM dapat digunakan secara semestinya, dan bank-bank kecil terbantu untuk tumbuh.
Dalam gotong royong ini, posisi Artajasa berada di tengah-tengah alias sebagai pengatur lalu lintas transaksi. “Yah, semacam Pak Ogah-lah,” katanya. Karena, setiap traffic yang melalui perusahaan yang berdiri 10 Pebruari 2000 dan beroperasi dua tahun kemudian ini, akan dikenai charge. “Komponen-komponennya yaitu bank yang tidak memiliki ATM atau hanya mengeluarkan kartu pembayaran (issuer) harus membayar fee kepada bank yang memiliki ATM (inquiry). Sebagian dari fee tersebut dibayarkan kepada Artajasa sebagai ‘Pak Cepek’,” imbuhnya. Selanjutnya, bank issuer berhak untuk men-charge atau tidak men-charge nasabahnya, demikian pula dengan besar kecilnya charge. Sekadar informasi, 50% anggota ATM Bersama membebaskan charge kepada para nasabahnya.
Tentang charge, Artajasa menyerahkan sepenuhnya kepada bank issuer. Selain itu, perusahaan yang jaringan ATM-nya sudah tersebar ke seluruh Indonesia ini,
juga bersikap netral, dalam arti, Artajasa tidak dimiliki bank dan tidak ada akses di bank. Kedua, Artajasa memiliki settlement online, dalam arti, bila Bank B meminjam uang Bank A, maka ia harus menggantinya keesokan harinya. “Semua ini Artajasa laporkan (settle) ke BI,” jelasnya. Ketiga, Artajasa selalu berusaha menjaga kepercayaan anggotanya mengingat bank adalah “bisnis” yang konservatif, sangat hati-hati, dan dalam menghadapi segala sesuatu tidak mau menjadi yang pertama maupun yang terakhir. “Untuk itu, Artajasa selalu mengkomunikasikan apa pun yang terjadi melalui Channel, majalah in house Artajasa yang terbit setiap bulan,” lanjutnya. Tak mengherankan jika strategi ini membuat Artajasa memiliki anggota paling banyak, meski bukan yang pertama, bahkan mungkin yang terakhir, berkecimpung di “bisnis” ini.
Di sisi lain, untuk mengatasi “keresekan” ke-69 anggotanya, Artajasa mengajukan Standar Operasional Prosedur yang harus ditaati semua “pemain”. “Di samping itu, kalau Artajasa membuat kebijakan baru, Artajasa akan membicarakannya dengan 11 anggotanya sebagai perwakilan dari ke-69 anggotanya,” ungkapnya. Sedangkan untuk menanggulangi kekuatiran nasabah, yang belum sepenuhnya bisa menerima kemajuan teknologi perbankan, Artajasa gencar mengkomunikasikan ATM Bersama melalui iklan dan promosi. “Tapi, memang belum 100% berhasil. Kekuatiran kartu ATM tertelan atau uang tidak keluar masih ada. Artajasa mengusir kekuatiran ini dengan menumbuhkan kepercayaan bahwa di ATM Bersama tidak pernah terjadi kartu ATM tertelan meski salah pencet PIN berulang-ulang, kecuali jika kartu tersebut tertinggal. Sekian detik setelah kartu tertinggal, mesin ATM kami secara otomatis akan menelannya agar kartu tersebut tidak dipakai orang lain,” lanjutnya.
Secara internasional, Artjasa yang menyediakan layanan transfer ke bank lain pada tahun 2004, menjalin kerja sama dengan Malaysian Electronic Payment System pada tahun 2005. Melalui jaringan ini, para anggota ATM Bersama dapat melakukan transaksi di lebih dari 4500 ATM anggota Bankcard, Malaysia, dan begitu sebaliknya. “Pertimbangannya, ada banyak Tenaga Kerja Indonesia di Negeri Jiran itu. Di sisi lain, warga Malaysia yang berkunjung ke Indonesia dan memiliki kartu ATM Maybank (Malayan Banking Berhad) tidak perlu lagi repot-repot menukarkan ringgitnya ke money changer. Tapi untuk sementara ini baru bisa tarik tunai, sedangkan fasilitas transfer baru bisa dilakukan tahun depan,” jelasnya. Pada tahun depan pula, Artajasa akan menjalin kerja sama dengan jaringan ATM di Thailand dan Singapura.
Usaha BatikUsaha Kecantikan
Tours and travel terus menggurita
Jual roti enak pesan untuk acara apapun
Hobby motor mendulang uang
Bisnis terarium untung 300 persen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar