Senin, 27 April 2009

Sarang Burung Wallet

Siapa sih yang belum pernah mendengar sarang burung walet? Seperti yang sudah kita ketahui, sarang burung walet yang asli harganya mahal banget. Dan yang sampe sekarang kita ketahui juga kalo harga sarang burung walet itu mahal karena (katanya sih..) burung walet itu suka membuat sarang di gunung – gunung yang tinggi (bahkan di puncak dan ujung tebing..wuih..). Dan untuk mengambil sarang burung walet harus menggunakan pendaki – pendaki yang sudah sangat berpengalaman.

Dan mungkin aja sarang burung walet ini merupakan sarang burung yang paling mahal di dunia (sejauh yang kita ketahui). Bayangin aja de..1 ons sarang burung walet yang kurang lebih terdiri dari 10 buah sarang dengan kualitas baik bisa dijual dengan harga 1,4 juta rupiah!! Dan katanya si..orang – orang rela membayar mahal sebab sarang burung walet ini dipercayai mempunyai khasiat mampu menyembuhkan berbagai penyakit, mulai dari kelas ringan sampai kelas berat.

Umumnya, sarang burung walet disajikan dalam bentuk sup. Dan dapat kita temukan di restoran – restoran Cina. Sebenarnya, pengkonsumsian sarang burung walet ini bukanlah hal yang baru. Malah, sudah sejak abad 14, sarang burung ini dimanfaatkan sebagai makanan. Di Cina, sup sarang burung walet (birdnest soup) merupakan makanan favorit para raja dan bangsawan. Dan menurut cerita yang masih beredar sampe sekarang (mitos kali..) kaisar Ming sangat menggemari sup yang satu ini. Mungkin karena cerita atau mitosnya itulah, maka sup sarang burung walet dijadikan simbol makanan yang mewah dan bergengsi dan sangat mahal harganya.

Tetapi, pengkonsumsian sarang burung walet di Indonesia bisa dikatakan tergolong rendah, hampir 90% sarang burung walet diekspor ke luar negri. Pengkonsumsian sarang burung walet inipun masih ada bedanya. Kalo di Singapore dan Malaysia, lebih menyukai sarang burung yang mengandung lumut (moss nest), yang biasanya diambil dari gua – gua karang di tepi pantai. Sehingga warnanya pun tidak sebersih sarang burung walet yang dibudidayakan di atap – atap rumah. Katanya si, rasanya lebih kenyal dan tidak cepat pecah saat dimasak. Sedangkan Cina dan Indonesia lebih menyukai sarang burung yang putih bersih.

Untuk menentukan kualitas dari sarang burung walet, ada syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi, misalnya ketebalan sarang. Seperti yang kita ketahui, sarang burung itu dibuat dari air liur burung walet tersebut. Setiap hari, sepasang walet betina dan jantan bergantian membuat sehelai sarang dengan cara mengoleskan air liur mereka ke dinding gua, dinding tebing, ataupun atap rumah. Ingat..Satu satu hari hanya mengoleskan satu helai sarang aja. Jadi jangan heran, untuk membuat sarang saja dibutuhkan waktu sekitar 33-41 hari. Malah, pada saat musim kemarau, pembuatan sarang bisa lebih lama, sekitar 80 hari.

Kualitas itulah yang menetukan harga atau nilai dari sarang burung walet tersebut. Sarang burung dengan kualitas sempurna yaitu memiliki bentuk seperti mangkuk, dindingnya tebal, kuat dengan tinggi kira – kira 5 cm, serta bersih tidak tercemar kotoran, bisa dijual dengan harga yang cukup tinggi. Sebaliknya, sarang burung yang kualitasnya rendah, yaitu yang serat – seratnya tidak utuh, kotor, serta bentuknya cacat, hanya bisa dijual dengan harga murah.

Terdapat dua jenis sarang burung bila dilihat dari warnanya. Ada sarang burung putih yang seluruhnya terbuat dari air liur burung walet, dan sarang burung hitam, yang terbuat dari campuran air liur dan bulu – bulu burung. Sarang burung walet yang berwarna putih lebih mahal harganya. Sarang burung yang putih bersih, harganya bisa mencapai 14 juta rupiah/kg, sedang yang hitam paling hanya sekitar 1 atau 2 juta/kg. Ada juga, sarang burung yang memiliki serat – serat merah di sarangnya seperti darah. Itu harganya jauh lebih mahal lagi, yaitu sekitar 17 juta/kg.

Khasiat Sarang Walet Mitos atau Fakta

ENTAH dari mana mulanya khasiat sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) cukup terkenal di seantero dunia. Sarang burung anggota famili apodiae ini sejak puluhan bahkan mungkin ratusan tahun lalu diyakini punya khasiat dalam memberikan kesegaran dan bahkan untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Mitos baik untuk kesehatan muncul dari pengalaman pengguna yang semula disampaikan dari mulut ke mulut itu kemudian disebarluaskan pula oleh media massa. Itulah setidaknya yang dipercaya masyarakat Indonesia dalam sebuah laporan penelitian Riset Unggulan Nasional Terpadu.

Ada 3 kelompok responden yang diteliti, masyarakat, awam, pengusaha dan ilmuwan, mengatakan bahwa sarang walet punya banyak keampuhan. Antara lain menjaga kesegaran tubuh, meningkatkan vitalitas, obat awet muda, memelihara kecantikan dan menghambat kanker.

Menurut dr Cheng Ce yang ditemui di Cianjur, liur dari kelenjar glandula sub lingualis itu dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Namun, bukan berarti mengobati penyakit.

Sarang walet itu berfungsi sebagai food supplement ibarat multivitamin di toko - toko. Asupan sarang walet akan menstimulus kinerja organ-organ tubuh lebih baik. Kekebalan tubuh meningkat dan penyakit menyingkir� tutur spesialis kanker dari Sekolah Kedokteran Tradisional di Propinsi Henan, Cina. Jadi selain itu juga sarang burung walet mengandung protein yang berbentuk glikoprotein yang merupakan komponen terbesar selain karbohidrat, lemak, dan air. Jumlahnya mencapai 50 persen. Di tubuh, protein berperan sebagai zat pembangunan. Ia membentuk sel - sel dan jaringan baru serta berperan aktif selama metabolisme protein asal hewan diakui lebih gizi lantaran punya ikatan senyawa lebih kompleks dari pada protein nabati.

Bahkan salah satu senyawa turunannya azitothymidine telah diteliti bisa melawan AIDS. Istimewanya lagi, sarang walet sumber asam amino yang lengkap. Tercatat sekitar 17 asam amino esensial, semi esensial dan non-esensial yang dimiliki. Salah satunya kini dikembangkan oleh peneliti-peneliti di barat sebagai pelawan stroke dan kanker. Mineral-mineral sarang walet tak kalah manjurnya untuk mendukung aktivitas tubuh.

Ada 6 mineral yang sudah diketahui seperti kalsium, besi, phospor, kalium dan natrium.
Di dalam tubuh, kalsium berperan untuk pembentukan tulang. Sayangnya, mineral dan senyawa penting sarang walet mudah leyap. Oleh karena itu, Dr. Kong Yun Cheung dari Universitas Hongkong, menyarankan sarang walet tidak perlu di cuci, sebab glikoprotein akan terbuang, toh sup sarang walet tetap menunjukkan manfaat sugesti penyantaplah yang diduga jadi obatnya.

himti.org, indomedia.com

Minggu, 26 April 2009

Wirausaha Perlu Ide Gila

BANDUNG, KOMPAS.com — Para pengusaha di Bandung, Jawa Barat, mengungkapkan perlunya ide gila untuk menawarkan produk atau jasa yang baru. Gagasan itu diperlukan untuk mencari celah pasar yang belum dipikirkan atau mengatasi hambatan usaha.

New Kretive Design

Pemilik The Big Price Cut Group, Perry Tristianto, di Bandung, Senin (6/4), mengatakan, ia pernah ditawari kerja sama menjalankan usaha penyelenggara acara. Kegiatan yang ditawarkan seperti ulang tahun remaja, pernikahan, dan sebagainya. Ia menolak karena pesaingnya sudah banyak. "Bikin penyelenggara acara orang meninggal, itu saya malah setuju. Makam seperti apa dan contoh peti matinya, bikin semua di brosur," katanya.

Adapun Pemilik Haus Tea, Tjiong Haw Hoat, mengatakan, ketika memulai usaha penjualan cakwenya, ia berhadapan dengan preman. Premannya minta cakwe. "Kalau saya lawan, berabe. Akhirnya, saya malah berpikir sebaliknya. Cakwe saya kasih terus. Setelah sebulan, ia malah mabuk cakwe," katanya.

Sementara itu, pemilik Monamic Center Marketing Consulting and Services, Jerry Koswara, mengatakan, mereka yang berniat membuka usaha merasa takut gagal. Sebagian dari mereka telah memiliki semangat untuk menjalin kerja sama dengan usaha yang lebih besar. "Namun, mereka terbentur birokrasi yang berbelit-belit. Proposal yang diserahkan tidak tahu sampai ke pimpinan atau mandek di sekretarisnya," ujar Jerry.

Source : Kompas.com
BAY

Informasi Industri dan niaga

Informasi Batu Bara
Bahan Baku Industri
Jual Cangkang Sawit
Industri Niaga
Terapi Untuk Kesehatan
Pengobatan Modern
Cari Lowongan Kerja

Funder Batu Bara
Batu Bara 5.800 - 5.600
Batu Bara 6300 - 6100
Cari Batu Bara
Jual Dump Truck
Hino Louhan Dump Truck

Dari Modal Gunting Kain

Dari Modal Gunting Kain, Henry Kini Punya 800 Karyawan.
Kompas.com — Pemilik Salon Anata, Henry Setiadi Halim, yang kini memiliki 11 tempat potong rambut di Kota Bandung sudah mencoba-coba memangkas rambut teman dan keluarganya sejak usia 18 tahun. Usaha itu memang berawal dari hobinya memotong rambut.

Dari Modal Gunting Kain

Namun, teman dan keluarga Henry sering marah karena potongan yang tak sesuai keinginan. Akan tetapi, ia tak patah semangat dan terus menekuni hobinya. "Saya kurang paham, ternyata bentuk kepala berbeda-beda. Apalagi, saya masih pakai gunting kain yang besar," katanya.

Usaha itu pertama kali dibuka di rumahnya, Jalan Emong, Bandung, tahun 1985. Padahal, ia tak pernah sekolah potong rambut dan hanya mengikuti berbagai seminar. Kini, nama salonnya telah terkenal dan termasuk tempat potong rambut yang terbanyak di Kota Bandung.

Tarif potong rambut di Salon Anata dengan total pegawai 800 orang dan sekitar 4.000 pengunjung per hari itu mulai dari Rp 17.000. Ketika baru memiliki satu salon, Henry hanya memiliki delapan pegawai. Kendala bukannya tak ada dalam menggeluti pekerjaan itu. Banyak rekan-rekan Henry berperangai tidak seperti kebanyakan laki-laki. Mereka memiliki perasaan yang sangat halus.

"Saya tak betah dengan lingkungan seperti itu. Sempat saya berniat tak menggeluti lagi profesi pemotong rambut, tapi keinginan itu akhirnya pudar," katanya.

Menurut pria kelahiran 28 Februari 1958 itu, kesulitan terbesar yang dialaminya adalah mempertahankan pelanggan. Para pemotong rambut yang berpengalaman memiliki pelanggan setia. Jika mereka dibajak salon lain, pelanggan akan mengikutinya. Pendapatan pun hilang.

Karyawan yang sudah pintar rawan dibajak. "Sekali pindah, mereka yang keluar bisa berbondong-bondong, apalagi pelanggannya," kata Henry di Bandung, Senin (6/4). (bay)

Source : Kompas.com

Usaha Studio Musik
Usaha Tempat Penitipan Anak
Bisness Ti-phone Telepon Berkualitas
Sejarah Waralaba
Jenis Waralaba

Menguak Celah Pasar Bisnis Cemilan Sehat

KOMPAS.com- Kebanyakan cemilan mengandung pengawet dan penyedap rasa yang bisa membahayakan kesehatan. Bagi Andriani Kurnia, seorang ibu rumah tangga di Bandung, hal itu justru menjadi peluang bisnis. Dia pun membuat cemilan dengan mencampurkan sayuran tanpa pengawet.

Menguak Celah Pasar

Salah satu tabiat anak yang kerap membuat orang tua jengkel adalah keengganan anak mengonsumsi sayur. Padahal, sayur mayur mengandung banyak vitamin yang dibutuhkan tubuh. Tak jarang, agar sang anak mau makan sayur, orang tua menakut-nakuti atau malah mengiming -imingi anak dengan sesuatu.

Kesulitan menyuruh anak mengonsumsi sayur juga pernah dialami Andriani Kurnia, ibu rumah tangga asal Sukamiskin, Bandung.

Tak mau mengancam atau mengiming-imingi anak terus menerus, Andriani pun putar otak. Dia pun memanfaatkan kemampuannya membikin kue kering untuk mendorong anaknya menikmati sayur mayur. "Saya coba-coba mencampurkan sayuran ke dalam adonan kue kering," katanya.

Merasa cara dan strateginya berguna, Andriani mencoba membuat kue campur sayuran untuk dijual ke pasar. Tak dinyana, pasar menyambut hangat. Maka sejak Oktober 20081alu, Andriani pun resmi masuk ke bisnis camilan sehat.

Modal awalnya Rp 500.000 yang dia pakai membeli tepung terigu, mentega, keju, telur, dan sayuran. "Saya masih pakai teknologi sederhana, kok," ucap perempuan 32 tahun ini.

Andriani membuat cheese stick. Cara membuatnya sama dengan cheese stick biasa. Hanya saja di tengah tengah proses pengolahan, dia mencampurkan sayuran yang sudah dihaluskan. "Kandungan sayur dalam adonan 40 persen," ungkapnya.

Sejauh ini, Andriani telah menghasilkan enam pilihan rasa sayur, yakni brokoli, seledri, bayam, bit, jagung, dan wortel. Plus satu rasa lagi yang tanpa sayuran, yalumi original cheese.

Andriani mengemas semua varian camilannya dalam plastik mika. Asal wadah itu tak terbuka lama, ia mengklaim kue tanpa pengawet buatannya tahan tiga bulan.

Andriani membuat dua kemasan, yakni kemasan 1 ons dengan harga Rp 3.000-Rp 3.500, dan kemasan 2,5 ons (seperempat kilogram) dengan harga Rp 10.000. la juga menjual camilan dalam bentuk curah. "Harga curahnya Rp 40.000 per kilo," kata isteri Dikdo Maruto ini.

Andriani memproduksi cheese stick sayurannya sekali dua minggu. Sekali produksi, ia membikin 3 kg - 4 kg untuk masing-masing rasa. "Saya hanya dibantu dua karyawan dengan peralatan yang masih sederhana," akunya.

Pasaran produk Andriani memang masih sedikit. Sejauh ini produknya baru dipasarkan di Bandung, Jakarta, dan Jepara. "Ada orang yang pesan produk saya lalu dijual lagi," ucap ibu dua anak ini.

Dari usaha yang dijalani hampir genap satu semester ini, Andriani mengaku baru mengantongi omzet Rp 3 juta per bulan. Setelah dipotong ongkos produksi dan upah karyawan, margin Andriani hanya 30 persen saja.

Marginnya yang kini direguk Andriani memang masih terbilang minim. Menurut Andriani itu karena dia masih menemui banyak kendala beberapa diantaranya seperti proses edukasi pasar yang masih minim.

Selain itu, Andriani belum punya tempat usaha alias outlet sendiri. "Makanya kedepan kalau modal sudah ada, saya ingin membuat outlet penjualan sendiri di tempat yang strategis," ujar Andriani.

Karena usahanya masih rumahan, Andriani mengakui penetrasi pasarnya masih lemah. Terlebih saat ini dia masih dalam tahap menyusun konsep yang tepat terhadap produknya.

Namun Andriani mencatat, prospek bisnis camilan sehat ini bagus. Dia yakin camilan ini bisa menjadi alternatif bagi mereka yang enggan makan sayur atau mereka yang menginginkan camilan sehat tanpa pengawet. Ya, Andriani menjamin camilan bikinannya tidak mengandung bahan pengawet maupun pewarna. (Anastasia Lilin Yuliantina/Kontan)

Source : Kompas.com

Laba Ratusan Juta dari Cireng

KOMPAS.com - ANDA pernah mencicipi cireng? Anda akan mudah menjumpai makanan yang terbuat dari tepung ketela atau singkong ini di Jawa Barat. Warnanya putih dan agak liat ketika dikunyah. Kudapan ini akan terasa lebih lezat jika kita menyantapnya selagi hangat. Jika sudah dingin, cireng akan menjadi lebih alot.

Laba Ratusan Juta Cireng


Nah, selama ini, mungkin Anda hanya mengenal aci goreng ini sebagai makanan tradisional ini kerap dijajakan oleh tukang gorengan di pinggir jalan. Meski demikian, jangan sekali-sekali Anda meremehkan kudapan tradisional ini. Seorang pengusaha di kawasan Jakarta Selatan berhasil mengubah imaji cireng sebagai makanan murahan. Di tangannya, cireng malah menjadi mesin mesin uang yang handal.

Pengusaha itu bernama Yusuf Setiady. Kendati baru enam bulan menggeluti bisnis cireng, pencapaian Yusuf luar biasa cemerlang. Kini, saban bulan dia mampu menangguk omzet sampai Rp 120 juta. "Laba saya sekitar 20 persen," klaim Yusuf.

Salah satu kunci keberhasilan Yusuf adalah keberaniannya menciptakan inovasi. la menciptakan produk cireng dengan aneka isi. Misalnya, ia membuat cireng isi keju, oncom, daging sapi, daging ayam, kacang hijau dan cireng isi sosis. Terobosan lainnya, ia tidak hanya menjajakan cireng dalam keadaan matang.

Meski banyak produk cireng yang beredar di pasar, Yusuf mengklaim cireng hasil kreasnya memiliki kekhasan, yakni lebih renyah dan tidak terlalu liat ketika digigit. "Itu, karena saya memakai aci mendoan," kata Yusuf membuka isi dapurnya.

Yusuf membangun usaha cireng ini bersama lima orang temannya yang berasal dari Jakarta dan Bandung. Sebelumnya, hampir 11 tahun
mereka berbisnis tahu. "Modal awal bisnis cireng ini hanya Rp 100.000," tutur pria 39 tahun ini.

Belum ada merek yang melekat pada produk cireng Yusuf. la hanya menyebutnya Cireng Aneka Rasa. Yusuf menjajakan cireng berdiameter sekitar tujuh sentimeter (cm) ini dalam kemasan plastik. Satu plastik berisi 10 buah, dengan lima rasa. Jadi, dalam satu kemasan, ada dua bush cireng yang memiliki rasa sama. "Harga jual di konsumen Rp 5.000-Rp 6.000 per bungkus," kata Yusuf.

Yusuf memproduksi cireng ini di daerah Cibuntu, Bandung, tempat ia memproduksi tahu. Tak kurang, ada 20 orang karyawan yang membantu Yusuf membuat cireng dan tahu. Tapi, Yusuf sendiri lebih banyak menangani pemasaran. Sejauh ini, produknya telah tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Kapasitas produksi dapur Yusuf tergolong besar. Bayangkan saja, Yusuf setidaknya mendatangkan cireng dari Bandung sebanyak tiga kali seminggu. Setiap kali datang, kiriman cireng itu mencapai 50 boks yang masing-masing berisi 50 bungkus cireng. "Pengiriman setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu," kata pria kelahiran Cianjur ini.

Setelah sampai di Jakarta, Yusuf menyebarkan ratusan bungkus cireng tersebut kepada sekitar 30 agen penjualan. Agen lalu menjual lagi kepada pelanggan mereka dan menawarkan ke beberapa perumahan.

Melihat usahanya maju pesat, suami Nurjanah ini mengaku sangat optimistis. Yusuf sudah mengambil ancang-ancang untuk mengembangkan bisnisnya. Di antaranya ia akan memasang merek dan mengejar pengesahan status kelayakan produk dari Departemen Kesehatan.

Yusuf juga ingin menjual cireng dengan sistem gerobak di pinggir jalan. Dengan cara ini, ia berharap penjualannya bisa cepat meningkat. Kini, Yusuf sudah menyiapkan tiga gerobak. Nantinya, pengusaha juga ingin menjajal sistem kemitraan. "Saya akan mencoba bikin master (kemitraan) dulu," ujarnya. (Anastasia Lilin Yuliantina/Kontan)

Source : Kompas.com

Tatang Suhendar Mulia @ Jumat, 24 April 2009 | 07:49 WIB
Boleh juga tuh bisnisnya Pak Yusuf, imaginatif. Cireng alias aci digoreng dikemas dengan isi keju, sosis, daging ayam, daging sapi. Cukup baik lah mengenai kandungan gizi-nya. Boleh jadi santapan anak-anak di sekolahan pada waktu istirahat. Jenis makanan ringan yang aman dengan harga relatif terjangkau. Apa pakai pemutih ngak ya...? Semoga tidak 'n pasti aman untuk dikonsumsi.
rayneptunes @ Jumat, 24 April 2009 | 07:16 WIB
Nah.. ini baru namanya Pengusaha kreatif dan inovatif, berani mengembang rasa baru Cireng........ Apalagi kalo bisa di export....bisa memberi pemasukan pajak Negara.....
Rini Hidayat @ Kamis, 23 April 2009 | 23:10 WIB
Cireng oh...cireng...., salah satu makanan kesukaanku selain Combro, walaupun katanya gak ada gizinya, tapi buat nyamil mah...okay banget. @ Setyawati Rosita, mbak tinggal kota apa? Tepung aci disebut "Tapioca Starch" di Canada. Sejak saya tinggal di Canada, coba2 bikin Cireng Keju, wah...ternyata anak2 saya suka berat!!! Turunan Emaknya banget deh...

Mutiara Laut Tahuna

Mutiara Laut Tahuna Berkilau sampai Mancanegara
JAKARTA, KOMPAS.com — Kerajinan mutiara laut mempunyai nilai jual yang tinggi di luar negeri. Tengok saja bagaimana masyarakat Jepang sangat menggemari mutiara laut asal Tahuna, Maluku Utara. Sayangnya, badai krisis mulai menerpa industri ini. Perlahan, permintaan mutiara ini makin berkurang.
Mutiara Laut Tahuna


Salah satu perajin mutiara laut Tahuna yang sukses adalah Meyke Sukoyo. Nenek dua cucu ini mengaku sudah delapan tahun menggeluti bisnis penjualan mutiara. Omzet penjualan perhiasan mutiaranya sudah mencapai Rp 1 miliar saban bulannya.

Awalnya, bisnis Meyke hanya bergerak di penjualan mutiara polos. Mutiara polos tersebut dijualnya ke beberapa kota di Indonesia, seperti ke Jakarta. "Bisnis mutiara saya tekuni karena jumlahnya melimpah di Tahuna," lanjut ibu 50 tahun ini.

Kemudian, tebersit keinginan Meyke untuk membuat produk perhiasan dari mutiara. Ia ingin produknya tersebut bisa terkenal sampai ke mancanegara.

Dengan pertimbangan yang matang, Meyke lantas mengajukan kredit ke BNI Sangir Talaud sejumlah Rp 350 juta. Modal tersebut digunakannya untuk membeli emas dan berlian yang digunakan untuk mengikat mutiara-mutiaranya. Dengan desain yang indah, mutiara-mutiara laut Meyke terlihat semakin berkilau.

Karena usahanya sukses, Meyke bisa melunasi kreditnya dalam waktu setahun. Setelah lunas, Meyke kembali mengajukan kredit. "Sampai saat ini, total kredit ke BNI sebesar Rp 700 juta," ujar Meyke.

Setiap bulan, Meyke bisa memasok bahan baku mutiara sebanyak 40 kilogram. Dari sekian banyak mutiara, terdapat kelas-kelas khusus. Ada mutiara yang kelasnya Rp 1,5 juta, Rp 1 juta, Rp 500.000, dan Rp 300.000 per gram.

Agar produknya cepat laku dan terkenal, Meyke rajin menyambangi pameran-pameran di luar negeri dan dalam negeri. Salah satu pameran yang selalu diikutinya adalah pameran di Hongkong serta Inacraft. "Kalau orang Indonesia menyukai perhiasan yang kualitas mutiaranya Rp 500.000 per gram. Kalau orang Jepang dan Hongkong suka yang Rp 1,5 juta dan Rp 1 juta per gram," terangnya.

Untuk satu perhiasan, Meyke menjualnya mulai harga Rp 30 juta sampai Rp 80 juta. Dari harga tersebut Meyke mendapat margin 10 persen. Dengan harga tersebut, dalam satu pameran, Meyke bisa menangguk omzet sampai Rp 600 juta. "Pameran Inacraft dua tahun lalu omzet saya Rp 600 juta. Tahun lalu Rp 500 juta. Tahun ini saya tidak tahu karena ada krisis," ujarnya.

Memang, usaha Meyke rawan terpaan krisis. Dua bulan ini saja, omzet penjualan perhiasan mutiara Meyke turun sampai 40 persen. "Saat ini saya hanya bisa bersabar sampai kondisi membaik," ujarnya lagi. (Aprillia Ika/Kontan)

Konro daeng basso
Batik serat alam digandrungi
Usaha rumah bambu
Rejeki syuuur dari sayur mayur

Jumat, 17 April 2009

Menyulap Toples Plastik Jadi Kue

Pengrajin dan kreativitas
Bandung - Sekilas melihat penampilan toples buatan Adry Padma (30) seperti toples berisi makanan lezat. Tapi tunggu dulu, ini bukan toples yang berisi makanan yang bisa dicerna. Melainkan bahan bekas flanel yang dibentuknya menjadi aneka buah, kue dan lain-lain.

"Sebenarnya dari dulu saya sudah gatal untuk membuat toples-toples dari flanel ini. Cuma dulu belum kesampaian," aku Adry. Adry sendiri mengaku memang sejak kecil dia sudah menyukai segala sesuatu yang berkaitan dengan kerajinan tangan.

Sampai akhirnya Adry menjadikan perayaan ulang tahun anaknya Agustus 2008 lalu sebagai uji coba. "Saat itu saya membuat 15 toples dan ternyata banyak yang suka. Mulailah dari sana ada pesanan," tutur istri dari Alphi Indiarto ini.

Sampai akhirnya beberapa waktu lalu Adry punya kesempatan ikut serta dalam pameran, dimana dia memperkenalkan karyanya pada masyarakat umum.

Dari mana inspirasi Adry muncul? Dia mengaku membaca buku-buku kreasi dari Jepang. Kreasi-kreasi tersebut diadaptasi kemudian dikembangkan kembali dengan ide-ide baru. Flanel dipilih Adry karena dia ingin mengangkat flanel yang seringkali dianggap sebagai kain murahan menjadi lebih eksklusif dan bisa dimanfaatkan.

Dunia kreativitas dan handycraft sebenarnya sudah menjadi bagian dari kehidupan Adry. Sebelum merambah ke usaha cake toples yang dinamakannya Felted of Fun ini, Adry sudah bergerak di usaha wedding souvenir sejak tahun 2005 yang dinamakannya Kreasicrea.

Usia Felted of Fun ini memang bisa dibilang masih muda. Tapi dalam usia mudanya sudah banyak menarik perhatian orang.

"Saya masih mencoba memperkenalkan kepada masyarakat," katanya merendah.

Rumah tinggal sekaligus workshop yang terletak di Setiabudi Regency, dengan bantuan 10 stafnya, Adry memproduksi puluhan toples per hari. Dari mulai ukuran kecil sampai yang terbesar. Dalam pemilihan toples pun tidak sembarangan. Permukaan badan toples harus rata agar mudah diaplikasikan dengan flanel.

"Untuk bisa membuat hiasan di toples ini butuh ketelitian, kerapihan dan sentuhan khusus," katanya menerangkan cara membuat hiasan cantiknya.

Sampai saat ini kreasi toples Adry masih terbatas pada hiasan-hiasan yang menyerupai cake. Penggabungan warna dan ornamen-ornamennya memperlihatkan wujud cake tertentu. Indah dan unik. Tak hanya bisa dijadikan wadah kue, toples-toples cantik ini bisa dijadikan hiasan, hantaran, atau untuk memajang benda-benda hiasan lain.

Harga toples berkisar dari Rp 15 ribu sampai Rp 350 ribu. Tidak lama lagi Adry akan membuka showroom barunya di Jalan Boscha 8 Cipaganti.

Source : Detik dot com

Peluang usaha cuci mobil
Perguruan Tinggi Terbaik
Pengusaha Burger
Beternak Lebah Madu
Produk Mesin Lokal
Usaha Baju Model Old Fashion
Usaha Kreativitas
Usaha Studio Musik

Pengrajin Boneka Holis

Pengrajin Boneka HolisBahan Baku Mahal, Pengrajin Pilih Bahan Baku Bekas
Bandung - Limbah bagi sebagian orang bukanlah sampah tapi benda yang bermanfaat. Begitu pula bagi para perajin boneka di Gang Cibuntu (kawasan Holis), Kelurahan Warung Muncang Kecamatan Bandung Kulon. Para perajin membeli bahan baku pembuatan boneka dari kain-kain limbah di pusat penjualan kain Cigondewah.

Misalnya Ajat Sudrajat (47), salah seorang perajin, mengaku membeli bahan baku bonekanya dari pasar kain Cigondewah dan Pasar Baru. Bedanya di Cigondewah dirinya bisa mendapatkan bahan dengan harga lebih murah dibandingkan di Pasar Baru. Sebab bahan baku di Cigondewah adalah limbah-limbah sisa yang potongannya sudah tidak utuh sedangkan di Pasar Baru kain yang dibeli masih baru.

Tapi Ajat sendiri lebih memilih membeli dari Cigondewah daripada Pasar baru karena harga bahan baku lebih murah dan terjangkau. Walaupun diakui Ajat dengan menggunakan kain limbah lebih ribet karena harus menyambung-nyambungkan potongan-potongan kain.

"Tapi kan harganya lebih murah jadi bisa jual juga dengan harga yang lebih murah," ujar Ajat. Karena otomatis jika bahan bakunya dari Pasar Baru harga boneka pun jelas menjadi lebih tinggi. Tapi karena di Cigondewah bahan baku tidak selalu tersedia Ajat terpaksa membeli di Pasar Baru.

Padahal menurut Ajat harga bahan baku di Pasar Baru tidak selalu stabil dan bisa berubah setiap harinya. Untuk itu dirinya berharap ada perhatian dari pemerintah dalam pengembangan usaha para perajin ini termasuk permodalan. Karena menurutnya sampai saat ini para perajin kurang perhatian dari pemerintah.

"Pemerintah kurang perhatian khususnya dinas terkait di bidang UKM," tutur Ajat.

Lain halnya dengan Ajat, Abdul Rasyid (41) tidak lagi membeli bahan baku dari Cigondewah dan pasar Baru. Dia lebih memilih untuk membeli bahan baku boneka di Bekasi. Di mana beberapa pabrik besar pembuatan boneka ada di daerah tersebut.

"Warnanya lebih bagus bahannya juga lebih bagus," tutur Abdul. Abdul pun mengaku dia juga memproduksi bonekanya di Bekasi. Dalam satu bulan Abdul bisa menghasilkan sampai 6.000 buah boneka. Diakui Abdul pula Bekasi merupakan saingan yang cukup berat dalam industri boneka karena sejak tahun 2.000 perajin boneka di Bekasi makin berkembang.

Meniru

Sayang sungguh sayang, para perajin boneka tidak sepenuhnya membuat boneka secara mandiri. Dalam segi desain misalnya, masih ada desain boneka yang meniru boneka-boneka di toko. Hal ini diakui Ajat Sudrajat (47). Sebagai seorang perajin boneka Ajat mengaku selalu melihat perkembangan tren boneka. Tak jarang Ajat membeli produk baru di toko.

Boneka tersebut dibongkarnya sehingga Ajat bisa tahu bagaimana pola pembuatan boneka tersebut kemudian menirunya. Menurut Ajat dengan seperti itu dirinya bisa membuat boneka serupa dengan harga yang jauh lebih murah dengan harga di toko.

"Kalau di toko dijual Rp 30 ribu saya bisa jual Rp 10 ribu," tutur Ajat.

Detik dot com

Usaha makanan cepat saji
Tip biar bisnis bisa go public
Usaha jus pesan antar
Usaha barang seken layak direken
Beternak merpati balap omsetnya mantap

Ulat Sutra Sebagai Media Belajar

Ulat Sutra Untuk AnakOleh-oleh Ulat Sutra Sebagai Media Belajar Anak,
Bandung - Datang ke satu tempat wisata akan terasa kurang tanpa buah tangan. Begitupun di Padepokan Dayang Sumbi, Desa Pamoyanan, Jalan Arcamanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Berbagai buah tangan serba sutera bisa ditemukan dari mulai batang pohon murbei yang siap ditanam, kain sutra, kerajinan sutra, kerudung sutra, bahkan ulat sutranya pun bisa dibawa pulang sebagai oleh-oleh.

Menurut Euis, pegawai Padepokan Dayang Sumbi, oleh-oleh ulat sutra bisa dibilang paling laris. Oleh-olehnya berupa dua ulat sutra yang ditaruh di wadah bekas air mineral. Ulat tersebut disimpan bersama makanannya yaitu daun murbei. Penggemarnya paling banyak anak-anak sekolah. Harganya lumayan murah yaitu Rp 5 ribu.

Ulat-ulat yang dibeli itu nantinya akan berubah menjadi kepompong. Proses metamorfosis ulat menjadi kepompong inilah yang menjadi oleh-oleh lain yang dibawa pulang pengunjung. Dengan begitu, pembeli tidak sekadar membeli, tapi mendapat bonus pengetahuan tentang ulat.

"Proses edukasi terus berlanjut sampai di rumah," ujar Dedi Agus Wirantoro (38) pengelola Padepokan Dayang Sumbi .

Selain oleh-oleh ulat, kain sutra tentu menjadi incaran lainnya. Dedi mengatakan dirinya sedang melakukan spesialisasi produk. Di mana kain-kain yang dijual tidak umum tapi dibuat secara khusus dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). "Saat ini mengembangkan ke arah sana," tutur Dedi.

Produk kain yang dijual Dayang Sumbi, diantaranya kain sutra polos dan kain sutra dengan lukisan batik. Kain sutra polos dijual dengan harga� Rp 95 ribu-Rp 125 ribu per meternya. Sedangkan kain sutra dengan lukisan batik dijual seharga Rp 2 jutaan per satu set.

Suvenir lain yang khas adalah bunga-bunga yang terbuat dari kepompong ulat sutra. Bunga ini cocok sebagai aksesoris, interior rumah atau aksesoris untuk mempercantik sepatu. Harganya berada di kisaran Rp 8 ribu sampai Rp 125 ribu.

"Tapi oleh-oleh yang lebih dari barang adalah oleh-oleh yang terpenting adalah pengalaman unik yang didapatkan bersama ulat sutera," ujar Dedi.

Detik dot com

Berkebun Jambu Biji Merah
Jual Batu Bara
Cari Kredit Notebook
Cari Kerja Sambilan
Ternak Kelinci Menghasilkan Devisa
Usaha Ternak Kelinci

Kardus Disulap Jadi Truk



Sejak dua tahun yang lalu, Didin mulai memanfaatkan kardus bekas untuk diubah menjadi mainan.

Kardus Disulap Jadi Truk
Fotografer - Ema Nur Arifah
Didin Wahyudin (55), memanfaatkan kardus sebagai mata pencahariannya. Kardus-kardus bekas tersebut disulap menjadi truk, bus dan rumah-rumah mainan, Senin (13/4).

Bandung - Di tengah maraknya kampanye-kampanye lingkungan, apa yang dilakukan Didin Wahyudin (55) patut diacungi jempol. Tanpa harus banyak bicara, pria kelahiran Tasikmalaya ini memanfaatkan benda tak terpakai sebagai mata pencaharian.

Kardus, bahan inilah yang digunakan Didin. Kardus-kardus bekas pembungkus benda elektronik atau makanan diubahnya menjadi beragam mobil-mobilan seperti� truk dan bus juga membuat rumah-rumah mainan.


Tak menyangka, ide mahal seperti ini bisa muncul dari seorang pria sederhana yang selama puluhan tahun berprofesi sebagai penjual koran dan majalah di pom bensin Jalan Martadinata yang kini berubah jadi Taman Pramuka.

Persaingan dalam menjual Koran pun membuat Didin harus memilih profesi lain. Maka sejak dua tahun yang lalu, Didin mulai memanfaatkan kardus bekas untuk diubahnya menjadi mainan. Kini, setiap harinya, dia menjadikan teras depan Apotek Gandapura seperti kantornya sendiri.

Dari mana ide muncul? Didin menyatakan, hobinya membaca koran dan majalah menjadi salah satu faktor yang memberinya ilham. "Saya mendapat ide dari majalah-majalah yang saja baca," ujar Didin.

Kenapa memilih kardus? Alasan Didin cukup sederhana, karena kardus bahan yang murah meriah. Tentu saja murah, karena Didin terkadang tak perlu membeli kardus bekas. Dengan sukarela, banyak orang yang datang memberikan kardus bekas untuk diolah. Tapi bukan sembarang kardus. Didin memilih kardus dengan permukaan yang datar agar mudah untuk dibentuk.

Modal yang dikeluarkan Didin pun cukup minim yaitu hanya untuk membeli penggaris, gunting atau cutter, lem, karton dan kertas kado untuk pembungkus. Selebihnya, menurut Didin modal kemauan yang keras harus terus dipacu agar kardus-kardus bekas tersebut bisa menjadi sesuatu.

"Ketekunan dan kemauan yang harus terus ada," ujar pria berkacamata ini.

Tidak perlu latihan lama bagi Didin untuk piawai dalam mengolah kardus. Sejak awal, Didin mengatakan dirinya tidak kesulitan untuk membuat pola-pola yang digunakan dalam proses pembuatan mainan mobil-mobilan.

Untuk menyelesaikan satu truk misalnya dari awal sampai akhir bisa memakan waktu selama dua jam. Proses paling sulit menurut Didin adalah membuat ban mobil yang juga terbuat dari kardus. Proses pembuatannya membutuhkan ketelitian yang lebih agar tetap rapih.

Sedangkan untuk membuat rumah-rumahan Didin butuh waktu lebih banyak. Proses pembuatan mentahnya lebih banyak dilakukan di teras Apotek Gandapura, tapi untuk proses akhir Didin mengaku lebih suka menyelesaikan di rumah.

Penghasilan Didin setiap harinya tak tentu. Paling banyak Didin pernah menjual sampai 17 buah. Satu buah truk atau bus dijual Didin dengan harga Rp 10 ribu. Sedangkan untuk rumah-rumahan karena lebih rumit Didin menjual Rp 15 ribu.(ema/ern)

Detik dot.com

Beternak Lebah Madu
Produk Mesin Lokal
Usaha Baju Model Old Fashion
Usaha Kreativitas
Usaha Studio Musik

Plat Bekas Jadi Barang Seni

Plat Bekas Jadi Seni
Melalui senikir Judiono mengubah plat-plat bekas itu menjadi vas bunga, tempat buah, replika mobil VW, tempat pensil, replika helikopter dan lain-lain.

Mengubah Plat Bekas Jadi Barang Seni
Fotografer - Ema Nur Arifah
Bagi kita, plat nomor kendaraan yang sudah kadaluwarsa mungkin sudah tak berarti. Namun di tangan Judiono Soeleman, barang bekas ini diubah menjadi benda seni bernilai tinggi.

Kerja Sama Franchise
Membuat usaha franchise
Membangun Usaha
Resep Makanan
Butuh modal usaha

Mengubah Kelapa Jadi Patung Kepala

Buah Kelapa Jadi Patung
Di tangan seniman, segalanya bisa menjadi menarik. Bahkan buah kelapa pun bisa diubah menjadi patung wajah yang unik. Seperti yang dilakukan Rudi R (40) yang memamerkan patung kepala karyanya di Jl. Cihampelas, Bandung.

Bandung - Membuat patung wajah dari kelapa menurut perajin patung kelapa Rudi R (40) harus menyesuaikan dengan alam. Artinya ketika harus membuat patung wajah, Rudi harus menyesuaikan dengan bentuk buah kelapa yang didapatkannya apakah berbentuk oval atau bulat.

"Saya tidak bisa membuat seperti yang saya inginkan, tapi harus disesuaikan dengan bentuk kelapa," ujar Rudi saat ditemui sedang membuat patung di pinggiran Jalan Cihampelas.

Rudi tidak membuat satu tipe wajah saja. Dia membuat beragam tipe wajah dari berbagi negara. Misalnya wajah orang Indian, India, dan yang terakhir dia sedang membuat wajah shaolin. "Kalau bentuk kepalanya bulat berarti buat shaolin. Kalau bentuk kepalanya lonjong atau oval berarti buat Indian," ujar Rudi.

Karenanya, Rudi terkadang menolak jika ada pesanan untuk membuat wajah tertentu. Sebab kelapa yang tersedia tidak selalu sesuai dengan pesanan. Namun diakui Rudi apapun bentuk wajah dibuatnya, pembeli juga menyukai.

Untuk menarik perhatian pembeli, tak jarang Rudi membuatkan patung artis yang sedang naik daun. Misalnya dia pernah membuat satu set patung personel ST 12 dan Peter Pan bahkan John Lennon yang berkacamata. "Saya juga pernah membuat patung Megawati," ujar Rudi.

Untuk anak muda lain lagi permintaanya. Mereka menginginkan patung dengan gaya rambut gaya Mohawk. Tapi kebanyakan pembeli mengincar patung-patung wajah orang tua.
(ema/ern)

Bandung - Membuat patung dari kayu adalah hal yang biasa. Tapi bagaimana jadinya jika patung itu terbuat dari buah kelapa? Di tangan Rudi R (40), hal itu bukan tak mungkin. Rudi berhasil mengubah buah kelapa menjadi patung wajah yang unik.

"Bukan kelapa biasa," ujar Rudi yang setiap harinya berjualan di trotoar Jalan Cihampelas.

Dalam bahasa Sunda, kelapa yang digunakan disebut tabu, sedangkan dalam bahasa Jawa disebut gabug. Tabu atau gabug bisa dikatakan kelapa bantat atau kelapa tidak jadi, karena memiliki batok kelapa yang kecil dan tidak memiliki daging kelapa. Masyarakat desa biasanya menggunakan kelapa jenis ini untuk bahan bakar perapian (suluh).

"Awalnya yang saya gunakan kelapa dari pasar, aku Rudi yang menekuni hobinya ini sejak empat tahun lalu ini. Namun dia mengalami kesulitan saat membuat patung karena terbentur batok kelapa yang besar. Akhirnya untuk mendapatkan kelapa yang bagus, Rudi berkonsultasi pada masyarakat Banjar dan Ciamis. Mereka memberi saran agar Rudi menggunakan tabu yang memiliki batok kelapa yang lebih kecil.

Setelah diuji coba, Rudi pun yakin kelapa jenis inilah yang tepat untuk menyalurkan hobinya tersebut. Akhirnya Rudi mantap memilih tabu dan hingga kini membeli kelapa jenis ini dari masyarakat Banjar atau Ciamis.

Eksperimen patung dengan kelapa jenis tabu ini tidak langsung berhasil. Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, pada awalnya Rudi terpaksa mengorbankan beberapa butir kelapa jika hasil ukirannya gagal.

Awalnya Rudi hanya membuat patung kepala saja dengan anatomi yang biasa. Proses pembentukan hidung diakui Rudi adalah hal yang tersulit. Jika dalam proses ini gagal maka sudah sulit lagi untuk diubah karena tidak bisa ditambal.

Bisa karena biasa. Makin lama patung kepala karya Rudi mengalami kemajuan. Apalagi sejak Rudi memutuskan menjual karyanya di Pinggiran Jalan Cihampelas, atas usul pembeli, Rudi mulai kreatif dengan memberikan janggut, kumis, dan rambut pada patungnya. Sehingga hasilnya begitu mirip dengan wajah manusia.

"Kalau dulu ada juga yang pakai kacamata atau topi," ujar Rudi.

Alat yang Rudi gunakan cukup sederhana hanya sebilah pisau kecil. Dia langsung menuangkan apa yang ada dalam benaknya tanpa melihat gambar objek yang akan dibuat. "Harusnya lihat gambar tapi ribet," ujarnya.

Tidak semudah kelihatannya. Menurut Rudi dia bisa menghabiskan waktu 4-5 jam untuk satu patung kepala. Dalam satu hari Rudi hanya bisa menyelesaikan dua patung.

"Itu pun masih dalam tahap kasar," tutur Rudi. Karena jika ingin hasil jadi patung yang mulus dan benar-benar mirip aslinya bisa memakan waktu sampai dua hari. Tapi bagi Rudi yang penting dia memiliki stok patung untuk dijual. Patung-patung tersebut dijualnya dari harga termurah Rp 25 ribu sampai Rp 200 ribu.

Patung-patung tersebut dipajang di batang pohon, sehingga dengan mudah dilihat para pejalan kaki maupun pengendara jalan raya yang melintas di Jalan Cihampelas. Rudi biasanya berjualan selama setengah hari dari mulai pukul 12.00-18.00 WIB.
(ema/ern)

Fotografer - Ema Nur Arifah
detik.com

Bisnis Sop Buntut
Keperluan Anjing dan Kucing
Belajar Investasi
Join Usaha Batu Bara

Senin, 13 April 2009

Rumah Bunga Rumah Three in One

Hobi membaca komik sang ayah dan hobi memelihara bunga sang ibu mengilhami Aal Budiman untuk mendirikan Rumah Bunga Cake & Burger. Russanti Lubis
Rumah makan

Rumah Bunga Cake & Burger. Begitulah nama tempat makan di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, ini. Tetapi, di atas lahan seluas lebih dari 600 m² ini, bukan hanya dapat dijumpai tempat makan yang menyediakan burger dan brownies, melainkan juga sekitar 1.000 jenis bunga di dalam pot, seperti Aglonema, Adenium, Euphorbia, dan anggrek berikut aneka pot dan pupuknya. Selain itu, juga perpustakaan yang menyimpan kurang lebih 1.000 komik dan novel dari berbagai zaman dan untuk semua umur.
“Rumah Bunga ini sebenarnya ide orang tua saya. Kebetulan Ibu saya penggemar bunga dan Bapak saya hobi membaca komik. Karena, kedua koleksi ini sudah memenuhi rumah mereka, sehingga tidak tampak seperti rumah lagi, lalu dicarilah lahan yang nantinya di atasnya dibangun ruangan untuk menyimpan sebagian kedua koleksi ini, sekaligus tempat untuk beristirahat dan melarikan diri dari segala kesumpekan di rumah,” jelas Aal Budiman, pengelola sekaligus putra pemilik Rumah Bunga.

Ternyata, dalam perkembangannya, Rumah Bunga yang dibangun setahun silam ini, bukan cuma menjadi tempat istirahat mereka, melainkan juga siapa pun yang tertarik untuk singgah. “Orang-orang yang lewat, lantas mampir, melihat-lihat koleksi bunga Ibu saya, dan akhirnya membeli,” ujar pria yang akrab disapa Aal ini. Tanaman-tanaman ini dikoleksi baik dengan membeli maupun membudidayakan tanaman yang sudah dibeli. Dengan rentang harga Rp5.000,- hingga lebih dari Rp10 juta per pot, Rumah Bunga meraup omset rata-rata per bulan Rp3 juta sampai Rp4 juta dari “bisnis” tanaman ini.

Taman Rumah makan
Beberapa di antara mereka juga singgah di perpustakaan yang asri seluas 50 m², untuk leyeh-leyeh sambil menikmati komik-komik lawas buatan dalam negeri karya Djair, Ganesh Th, dan Jan Mintaraga atau komik-komik Jepang yang dikenal dengan istilah Manga. Di sini, juga dapat ditemukan novel-novel yang diterbitkan tahun 1960-an atau 1970-an seperti karya Motinggo Busye hingga novel-novel baru karya Danielle Steel. Dari harga sewa Rp1.500,- per komik atau Rp3.000,- per novel, Rumah Bunga membukukan omset rata-rata setiap bulannya Rp700 ribu sampai Rp900 ribu. “Buku-buku ini dikumpulkan dari koleksi Bapak, sengaja berburu ke seluruh pelosok tanah air, dan akusisi beberapa perpustakaan yang akan tutup. Akhir-akhir ini kami juga sedang menjual komik-komik lama kami. Kebetulan kami memiliki beberapa buku untuk satu judul,” katanya.

Januari lalu, Rumah Bunga melengkapi tempat untuk bersantai ini dengan bakery. Tempat makan seluas 150 m² ini, menonjolkan aneka burger, seperti Raflesia Burger, Veg Hotdog, Delano Cheese Hotdog, dan Giant Croissant Veg dengan harga Rp10.500,- hingga Rp12 ribu. Selain itu, juga brownies yang dijual dengan harga Rp25 ribu/loyang dan minuman yang diberi nama Blue Passion dengan harga Rp8.000,-. Rata-rata per minggunya, bakery ini dikunjungi 10 tamu dan secara teratur menerima pesanan dari perorangan dan beberapa hotel. “Dari bakery ini, omset rata-rata kami Rp20 juta/bulan,” ujarnya. Rumah Bunga yang dibuka dari jam 09.00 sampai 21.00, ia melanjutkan, dari segi bisnis, untungnya kecil sekali, meski pemasukannya dari waktu ke waktu semakin stabil. Tapi, kepuasan batinnya besar, karena hobi terlampiaskan.

Apa sih konsep yang ditawarkan? “Konsep keluarga. Maksudnya, bila satu keluarga datang ke Rumah Bunga, maka si Ibu yang menyukai bunga dapat melihat-lihat dan memilih-milih bunga yang diinginkan, sedangkan sang Bapak dan anak-anak mereka yang kebetulan suka membaca bisa menikmati segala macam bacaan di perpustakaan ini. Kalau kemudian lapar, ya silahkan mampir ke bakery kami,” jelas Aal yang berencana mengembangkan bakery ini menjadi kafe. Memang, adakalanya kepuasan batin tidak dapat digantikan dengan rupiah. Nah, silahkan mampir.

Source : majalahpengusaha.com
Batik serat alam digandrungi
Usaha rumah bambu
Rejeki syuuur dari sayur mayur
Tip bisnis usaha go public
Usahan salon khusus kuku
Peluang emas kelinci hias

Bisnis Sop Buntut

Dapur Buntut, Bukti Berbisnis Tak Perlu Takut bisnis sop buntut
Tak paham bisnis sama sekali, Irma nekad pensiun dini untuk menggeluti bisnis kuliner sop buntut. Kini pelanggannya mencapai 70-80 orang per hari. Bagaimana kiatnya?Wiyono

Beragam jawaban bakal diperoleh saat orang-orang yang berstatus karyawan ditanyai soal pekerjaan mereka. Tetapi biasanya akan ada satu yang seragam, hampir bisa dipastikan pada ujung kalimat mereka terselip nada keluhan atau ketidakpuasan. Entah soal besar gaji, rutinitas menjemukan, lingkungan kerja kurang nyaman, atau malah mempersoalkan sifat teman kerja atau pimpinan mereka masing-masing. Karenanya, Irma Trisnayanti yakin jika obsesi setiap karyawan adalah memiliki bisnis sendiri. Maka setelah hampir selama 12 tahun berseragam kantor tekadnya bulat, pensiun dini dan mengelola restoran Dapur Buntut.

“Restoran ini sebenarnya obsesi suami saya,” Irma bercerita. Suaminya, Indra Riana, adalah seorang konsultan keuangan, sementara dia sendiri pada awalnya memegang jabatan general affairs dan HRD pada perusahaan pasar modal. Kebetulan mereka memiliki hobi makan, terutama sop buntut, plus hobi jalan-jalan, dan bahkan tracking. Setiap kali ada waktu luang, terutama Sabtu dan Minggu, keduanya sering mencari tempat makan sop buntut yang terkenal enak.

Dan sebelum mulai buka restoran sendiri, pasangan ini sempat berkeliling Jawa dan Bali mencobai setiap restoran yang menyediakan menu sop buntut satu per satu. Selain itu, sejak awal Indra pun kerap mencoba resep sop buntut buatannya pada setiap acara-acara keluarga atau mengundang makan teman-temannya Jadi, dari hobi makan hingga mencoba resep sendiri.
bisnis makanan sop buntutBegitu merasa mantap, dengan menyewa secuil lahan berukuran sekitar 2,5 meter x 8 meter di bilangan Kampung Melayu Besar, Jakarta Timur, berdirilah Dapur Buntut. Istimewanya, meski menu utamanya bernama sop buntut, namun sedikit berbeda dengan menu sop buntut biasa di tempat-tempat lain. Artinya, sedari awal mereka berniat menyajikan sop buntut yang sudah didandani atau divariasikan. Di samping terdapat sop buntut biasa dan sop buntut goreng yang sudah umum, ada pula sop buntut rawon, sop buntut barbeque atau sop buntut panggang, sop buntut karamel, serta sop buntut tulang lunak. Bila ditengok lebih jauh, kuah sop yang disajikan pun tidak bening atau berlemak tebal, melainkan berwarna kecoklatan. Pasalnya setelah buntut sapi direbus selama 4 jam, air kuah tersebut direbus ulang dua atau tiga kali hingga menjadi sari kaldu yang gurih namun rendah kolestrol. “Sop buntut ini berbeda, benar-benar kreasi suamiku. Takaran resep, bahan, dia yang bikin, saya yang olah,” ujarnya.

Menurut Irma, variasi menu sop buntut di tempat itu masing-masing memiliki cerita sendiri-sendiri. Umpamanya, seperti dituturkan, wanita kelahiran Agustus 1971 itu kebetulan juga suka barbeque sehingga terpikir ada sop dengan daging buntut sapi yang dipanggang bersama bumbu barbeque, terciptalah sop buntut panggang. Ide sop buntut karamel yang sedikit manis pedas dengan taburan lada hitam ditambah gurihnya bawang putih, muncul ketika dia membaca resep masakan bumbu karamel. Demikian pula sop buntut tulang lunak, pada awalnya karena setiap kali menikmati sop buntut, mereka suka menggerogoti tulang-tulangnya.


Kalimat tak kenal maka tak sayang, benar adanya. Meski lokasi yang dipilih cukup ramai, namun Irma mengaku, kurang lebih hingga setengah tahun pertama kedai buntut dengan modal investasi Rp40 juta-Rp50 juta itu belum banyak dilirik pembeli. Maka, di samping pemasaran lewat mulut ke mulut, mereka juga berpromosi melalui brosur, via internet, dan media massa. Ternyata cukup berhasil, dari semula 10 kg daging buntut baru habis sebulan, kini sebanyak 20 kg bisa ludes dalam sehari. Terlebih bila menjelang waktu akhir pekan atau ketika para anggota klub otomotif sedang kumpul. Ruangan yang semula hanya muat 5 meja atau 20 kursi, juga sudah diperluas, menampung 9 buah meja. “Akhir 2006 kita bikin menu iga panggang dan saya pikir tempatnya perlu diperluas,” tuturnya.

Tingginya bahan baku, disebutkan, merupakan salah satu masalah yang dialami. Maklum, di pasaran harga daging buntut menempati kelas premium serta terus membubung. Kalau pada awal buka baru berkisar Rp28.000-Rp30.000 sekarang di atas Rp50.000. Jadi, meskipun menyadari pembeli berasal dari kalangan masyarakat yang beragam, tidak mungkin lagi menekan harga jual sop buntut yang berkisar Rp 20.000-Rp 22.500/porsi. Sejak 2006 Irma mengembangkan menu iga panggang bumbu barbekyu dan bikin burger. Maksudnya agar dengan menu yang makin bervariasi, tempat makan yang disebut-sebut berkonsep warung tetapi menerapkan open kitchen itu bisa mengikuti trend pasar yang makin berkembang, alias menjangkau semua kalangan. Dengan demikian pilihan yang tersedia mulai dari low price (menu burger), middle price (sop buntut), premium price (iga panggang). “Tahun 2007 kemarin kita juga keluarin produk baru lagi, sirloin steak, tenderloin steak,” tambahnya.


Permasalahan lain seputar pengadaan bahan baku yakni kendala konsistensi pasokan daging iga dan buntut sapi. Pada awal-awal buka dia mesti berbelanja sendiri ke pasar. Hal itu segera teratasi ketika seiring waktu supplier berdatangkan menawarkan barang. “Soal supplier saya bukan fanatik, tetapi soal cocok-cocokan saja, dan kalau dikasih tiga kali kesempatan tidak ada perubahan mendingan dilepas. Heran saya, setiap menjelang hari-hari raya selalu tidak ada barang. Padahal supplier saya dipilih yang benar-benar memiliki usaha peternakan sendiri, sehingga mestinya bisa jaga stok,” keluh Irma.

Selain kedua hal di atas, bagi Irma praktis tidak ada kesulitan lain cukup berarti. Seperti misalnya, pada saat dijumpai beberapa produk sayuran beku untuk steak ternyata dalam kondisi mengecewakan, ia segera putuskan mengganti dengan produk buatan sendiri yang lebih terjamin dan bahkan lebih murah. Demikian pula dengan saus berikut mayones, ternyata semua bikinan sendiri dari resep hasil kreasi tangan Indra pula.


Walaupun Irma enggan menyebutkan angka pasti jumlah omset yang diperolehnya, namun restoran yang setiap hari rata-rata dikunjungi 70-80 orang ini, sejak dua tahun awal beroperasi boleh dibilang berhasil merebut hati pelanggan. Padahal sebelum mulai ia mengaku sama sekali awam soal dunia bisnis. “Setahun pertama saya banyak belajar. Termasuk cara mengolah dan penyajian yang baik,” akunya, bahkan sampai sekarang, dikatakan, agar tetap improve dia dan Indra pun masih kerap berburu jajanan enak di tempat-tempat lain sekadar mencari perbandingan.

Kiat-Kiat Irma Menjalankan Usaha:
- Karena hobi makan, jenis usaha dipilih yang berhubungan erat dengan hobi, yakni restoran.
- Melakukan persiapan cukup, termasuk taste intelligent seluruh restoran sop buntut terkenal
se-Jawa dan Bali.
- Biar sederhana tetapi dikemas baik dan menarik, seperti warung dengan konsep open kitchen.
- Berani membuat inovasi yang mungkin tidak sesuai pakem, seperti membuat sop buntut karamel.
- Melihat kemampuan diri dalam penetrasi pasar, jika perlu dengan diversifikasi produk seperti
burger, barbeque, dan steak.
- Tidak berpuas diri, melainkan terus-menerus melakukan upaya perbaikan dengan tidak segan
melakukan perbandingan.

Investasi Batu Bara
Source : majalahpengusaha.com

Keperluan Anjing dan Kucing

Thursday, 13 November 2008
Memakai sal, topi, baju kembang warna-warni bahkan gaun pesta bukan hanya monopoli manusia. Binatang peliharaan pun juga ingin tampil bergaya. Anita Surachman
can and dog dress

Banyak butik pakaian bertebaran di mana-mana, mulai dari butik pakaian orang dewasa, remaja dan anak-anak. Tapi kalau butik khusus pakaian binatang tentu berbeda dan belum bersifat massal kalau pun ada masih jarang ditemui usaha semacam ini. Salah satu yang menekuninya adalah Mona Sofianti Andrew, wanita cantik berdarah Betawi-China ini sangat jeli melihat peluang dan memanfaatkannya menjadi bisnis.

Mungkin bagi sebagian orang masih merasa asing dengan jenis usaha butik pakaian khusus binatang karena di Indonesia bisnis ini terbilang langka. Berbeda dengan di luar negeri kategori bisnis semacam ini sudah bertebaran.

Kecintaan Mona terhadap binatang terutama kucing membuatnya selalu mendadani ke 65 hewan peliharaannya yang selalu menjuarai berbagai perlombaan. Lantas dalam benaknya muncul ide-ide yang kemudian dituangkannya menjadi usaha butik pakaian khusus binatang peliharaan.

Butik yang berdiri sejak Desember 2006 silam ini memiliki label yang diberi nama Mon’s Pet. Tag linenya one stop services, Mona memang ingin menciptakan suatu jenis usaha yang bukan hanya mengusung segi pelayanan memuaskan saja tapi juga komplit. Karena bukan cuma butik khusus baju dan pernak-perniknya saja yang ditawarkan tapi juga dilengkapi dengan salon bagi hewan peliharaan, klinik hewan yang meliputi ruang rawat inap, ruang operasi, ada pula emergency mobile apabila tiba-tiba hewan kesayangan Anda bermasalah. Untuk mencari makanan pun tidak perlu repot karena Mon’s Pet juga menyediakan makanan yang dibutuhkan binatang.

Source : majalahpengusaha.com
Butuh KTA

Kamis, 09 April 2009

Investasi Batu Bara

Kerja Sama Batu Bara
Join Usaha Batu Bara
Investasi Batu Bara
Belajar Usaha Batu Bara
Belajar Investasi
Kerja Sama Bagi Hasil

Hubungi kami :

021 - 94.99.8002
24 Jam

Kerja Sama Batu Bara
Join Usaha Batu Bara
Investasi Batu Bara
Kami Membutuhkan Investor
Cari Funder Batu Bara
Funder Batu Bara Jakarta
Funder Batu Bara

Join Usaha Batu Bara

Kerja Sama Batu Bara
Join Usaha Batu Bara
Investasi Batu Bara
Belajar Usaha Batu Bara
Belajar Investasi
Kerja Sama Bagi Hasil

Hubungi kami :

021 - 94.99.8002
24 Jam

Kerja Sama Batu Bara
Join Usaha Batu Bara
Investasi Batu Bara
Kami Membutuhkan Investor
Cari Funder Batu Bara
Funder Batu Bara Jakarta
Funder Batu Bara

Belajar Investasi

Kerja Sama Batu Bara
Join Usaha Batu Bara
Investasi Batu Bara
Belajar Usaha Batu Bara
Belajar Investasi
Kerja Sama Bagi Hasil

Hubungi kami :

021 - 94.99.8002

Kerja Sama Batu Bara
Join Usaha Batu Bara
Investasi Batu Bara
Kami Membutuhkan Investor
Cari Funder Batu Bara
Funder Batu Bara Jakarta
Funder Batu Bara

Kerja Sama Batu Bara

Kerja Sama Batu Bara
Join Usaha Batu Bara
Investasi Batu Bara
Belajar Usaha Batu Bara
Belajar Investasi
Kerja Sama Bagi Hasil

Hubungi kami :

021 - 94.99.8002
24 Jam

Kerja Sama Batu Bara
Join Usaha Batu Bara
Investasi Batu Bara
Kami Membutuhkan Investor
Cari Funder Batu Bara
Funder Batu Bara Jakarta
Funder Batu Bara

Kamis, 02 April 2009

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...