Selasa, 28 Oktober 2008

Produk Tas Laku Di Luar Negeri

Produk Lokal digandrungi Masyarakat Internasional
Harga produk Scanno dan Tassku terbilang premium. Sekalipun demikian, konsumen rela merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkannya. Anita Surachman

Sebagian orang beranggapan hewan reptil merupakan binatang yang menjijikkan. Bahkan sebagian dapat membahayakan jiwa. Dalam film-film dokumenter, hewan reptil seperti ular dan buaya digambarkan sebagai sosok predator yang ganas dan buas. Tetapi pada sisi lainnya, sejatinya hewan-hewan reptil ini juga mempunyai kelebihan yang bisa kita manfaatkan.


Sejak zaman dahulu kala, manusia sudah mengetahui banyak manfaat yang didapat dari seekor ular, seperti daging dan darahnya memiliki khasiat obat. Bisanya dalam bentuk serum dapat dijadikan obat sedangkan kulitnya sendiri dapat dijadikan beragam produk kerajinan juga fesyen.

Tengok saja sentra pembuatan barang kerajinan dari kulit reptil milik Anto Suroto yang terletak di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Dirumah tiga lantai inilah produk kerajinan dari kulit reptil dibuat. Dalam membuat produk kerajinannya, Anto memilih bahan baku berupa kulit ular. Untuk jenisnya sendiri ia memilih phyton. Menurutnya, dari kulit phyton memiliki keunikkan warna yang amat disenangi oleh konsumen Asia, Eropa dan Amerika.

Usaha yang mulai eksis pada tahun 1990 ini dalam perjalanannya tidaklah semulus yang dibayangkan. Anto mengaku sempat mengalami jatuh bangun dalam kurun waktu dua tahun. Tapi karena kegigihan dan sikap konsistennya akhirnya ia berhasil membangun usaha hingga sukses sampai saat ini. Melalui pameran demi pameran baik dalam maupun luar negeri yang telah banyak diikuti produknya makin dikenal. Bahkan dalam in a craft tahun ini Scano dan Tassku (nama merek yang diberikan) menjadi salah satu produk unggulan dalam pameran bergengsi ini.

Kesuksesan Anto dalam mengarungi bisnis kerajinan memang patut ditiru oleh perajin lain. Pasalnya, produk Anto mampu menembus dan laris manis di pasar mancanegara. Usaha yang dirintis sejak 18 tahun silam ini memang memiliki visi misi standar yang berorientasi pada eksport sekitar 90% dan sisanya 10% untuk pasar lokal. Menurutnya pasar luar memang lebih menjanjikan.

Meski dari awal Anto membidik kulit ular phyton, ia tidak lantas berhenti berinovasi, karena di kerajinan ini reptil jenis biawak pun menjadi salah satu spesialisasinya. “Selain eksotis dan lucu, reptil juga memiliki daya jual yang tinggi. Itulah yang menjadi alasan saya mengapa memilih reptil dalam sentra kerajinan ini,” ujar pria lulusan S3 University of Berkley, Amerika Serikat ini.
Dibantu 20 karyawan, Anto mengawali usaha dengan modal pribadi yang terbilang fantastis pada saat itu sekitar Rp500 juta. Modal ini digunakannya untuk membeli bahan baku dan melakukan berbagai eksperimen seperti dalam hal mengolah warna. Karena diakuinya, dalam hal pewarnaan harus paham benar tentang jenis dan bahan pewarna yang tidak luntur dan tahan lama. “Jika kita tidak bisa mengelola dengan baik bisa-bisa ambruk, karena biayanya sangat besar pada waktu itu,” katanya menjelaskan.

Bahan kulit ular phyton yang digunakan adalah ular dengan kategori medium up yang sudah mendekati angka lebar 29 CM atau lebih. Semua bahan baku berasal dari dalam negeri seperti Kalimantan, Jambi, Palembang, Pekan Baru dan Medan. Sedang untuk ular-ular kecil seperti ular kobra, air tawar dan air asin serta biawak banyak didatangkan dari daerah-daerah di Jawa.

Menurut Anto, ular-ular sendiri memiliki kategori yang berbeda. Yang pertama ular yang paling murah adalah ular air tawar, air asin dan kobra. Golongan kedua adalah ular karung dan biawak. Sedangkan yang harganya tertinggi adalah buaya dan phyton. Dan jika berbicara tentang phyton maka, terbagi lagi menjadi tiga yakni, anak phyton (baby phyton), medium phyton dan the big phyton.

Dari bahan kulit phyton tadi, menurut Anto, sekitar 80 persennya dijadikan tas, sisanya dijadikan dompet, ikat pinggang, sepatu/sandal, jaket, dll. Seperti yang telah di singgung diatas, dari segi harga memang cukup ekspensive, price range yang ditawarkan sebesar US $300 sampai US $500 atau sekitar Rp2,5 juta hingga Rp4,5 juta untuk pasar lokal. Produk Tassku dan Scano brand lokal yang digandrungi masyarakat internasional ini hanya dijual di beberapa mall ternama di Jakarta seperti Sarinah, Pasar Raya Grande, Sogo dan Plaza Indonesia. Pemilihan tempat tadi, menurut Anto, karena merupakan tempat yang banyak dikunjungi turis mancanegara. Untuk produk yang paling laku adalah yang eksotis phyton. Ada banyak kelebihan yang dimiliki produk reptil ini salah satunya adalah warna yang selalu mengikuti perkembangan dunia. Jika saat ini silver, gold, pastel, green dan ungu menjadi tren 2008 maka sebelum 2009 datang Anto sudah memiliki colour untuk tahun tersebut.

Perusahaan yang berbasis reptil ini selain kualitas, integritasnya juga tidak diragukan lagi. Karena dalam hal tersebut, perusahaan ini telah memiliki CITES (sertifikat integritas untuk flora dan fauna) sehingga Anto menjamin produknya ini tidak menggunakan bahan baku illegal. “Di usaha reptil ini tidak sama dengan produksi lain karena reptil itu ada yang dilindungi. Tetapi di Kalimantan ada beberapa daerah yang boleh mengekspor reptil. Namun kalau tidak disertai CITES berarti sama saja dengan melakukan penyeludupan,” tuturnya.

Meski sukses, Anto mengaku sempat mengalami kendala seperti chemical colour yang belum stabil. Karena menurutnya, bahan pewarna yang digunakan bukan natural/ bahan original colour tapi merupakan colour yang sudah dicampur, untuk mendapatkan kualitas warna yang terbaik maka ia terus melakukan eksperimen.

Anto mengaku, kendala yang kerap dialami tadi diatasinya dengan cara terus meningkatkan kualitas diri secara disiplin, belajar kepada orang yang tepat, orang yang pintar dan orang yang benar. “Ketiga kategori ini harus dirangkum jadi satu, instrospeksi diri, rendah hati, mau merubah menjadi lebih baik terutama dalam hal berkarya,”tuturnya.

Untuk menyikapi pasar luar negeri yang masih terbuka lebar Anto menegaskan, caranya adalah dengan mengubah diri, tetap rendah hati dan low profile. “Kita jangan lantas menganggap diri kita mampu, karena di luar sana banyak yang lebih mampu. Oleh sebab itu salah satunya kita harus bisa menyikapi kultur luar baru kita bisa menyikapi produknya, tanpa kita bisa menyikapi kultur atau budaya tersebut jangan harap kita bisa masuk ke negara itu,” papar lulusan S2 Jurusan Strategi Marketing Universitas Jayabaya ini.

Jika ingin mengutip/menyebarluaskan artikel ini harap mencantumkan sumbernya.

Source : © 2008 Peluang Usaha dan Solusinya

Usaha karaoke
Usaha cuci mobil
Jasa cuci sepeda motor
Usaha red crispy
Usaha tours and travel
Dagang clup clup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...